Jumat, 15 Juni 2012

di Tegal kau hirau aku

pantai kota itu…. tiada lepas dari tatapanmu
tentang ombaknya yang akrab…
dengan senja di kotaku
mungkin kau kabarkan perguliran hati….
antara rona merah mawar atau
putih melati yang kau tautkan pada kota ini

tak pernah mengusung sepi…
hingga kau manja dengan kota ini
seketika para dewa bertabur bunga
dari pintu langit….

jalan jalan kotaku menjadi bertabur moncer
dengan lampion warna warna pelangi…
akupun enggan menepiskan angan tentang kotaku…
yang kini bermandi biru rindumu
kelambu biruku tetap menjulurkan tangan
untuk kotaku, kasihku dan perjalananku

(Semarang, 15 Juni 2012)

Angin Tenggara


bersama angin tenggara …
telah sampai kita pada cermin kaca yang bening
di pusaran hati yang tak pandai sedu sedan…
meski bulan tetap mengintip dari balik awan
sang mentari kehilangan kegaranganya…

bersama angin tenggara kita segera susun
ornament dari batang tanaman tebu…
dari sawah…yang tidak cukup luas
kau berkebaya menjinjing sahaja
dengan rambut kau bisarkant terurai
di bahumu yang legam

kau tak usah meluruhkan harap
di tengah malam buta berlentera sinar bulan
semoga saja lentera hati dari Sang Maha Segalanya
telah menepikan hatimu dari liarnya angin kemarau
kita tetap menyemai daun pandan
di tengah halaman pagar bambu
tak ada syak wasangka…atau seloroh
kau tetap di tengah rimbun tanaman padi

(TEGAL...15 Juni 2012)

Senin, 11 Juni 2012

jalanmu yang sepi




sisa gerimis masih ada di jalan itu….
semalam tak urung jalan itu membasahi tubuhnya
hanya berlindung di pekat malam tak berbintang
jalan yang mencibirkan bibirnya
karena tak mampu menjinjing bayangmu

aku masih terpana…..
liuk tubuh jalan  itu menawanku dalam memori
tentang ujungmu yang bermandi bunga bidadari
lantas perguliran musim menelan semuanya
tanpa kata dan sayu mata memintanya
engkau menyelinap dalam jalan itu

hari bermetamorfosis dalam bulan dan tahun
semakin banyak belukar dalam batas jalan itu
aku ditepikan ketidaktahuanku….
seindah kuntum melati, serona kelopak mawar
dan sesuci melati..masih menggenapi
di dalam dadaku…

kau jauh dari batas sayapku
atmosfer jalan itu telah berkac pada duka
aku beranikan melintas jalan memori itu
semuanya terdiam dalam prosa kodrat
aku sendiri dalam kibasan perputaran bumi

(Semarang , 12 Juni 2012)


semu


Figure dan prototype manusia terbuat dari lilin berbagai ukuran melambung eksotis bila dikemas dalam pakaian dan asesoris yang glamour dan warna warni yang serba kontras. Selalu saja mereka memenuhi etalase kaca bertepi ornament yang artistic, membuat beribu pasang mata terperangah kagum. Apalagi bila sang manusia lilin berphose Ratu Inggris Kate Midlleton, lengkap dengan sang pangeran disampignya, di atas kereta kerajaan yang ditarik 8 ekor kuda albino.

Seakan akan kereta kerajaan berjalan perlahan, senyum sang ratu tak pernah luruh sepanjang jalan, diseputari prajurit patang puluhan lengkap dengan seragam tentara kerajaan mirip dengan gambar yang terpampang di kaleng biscuit yang mahal. Meskipun hanya sebuah lilin, namun sifat fisik dan kimia lilin tersebut dengan gampang mampu mengelabui mata kita.Yang aneh meski kita tahu bahwa obyek benda tersebut hanya tipu daya saja, namun kita membiarkan diri kita terhipnotis  sihir sang lilin, yang begitu tajam menusuk retina mata kita.

Betapa tidak, kehalusan sifat lilin yang mampu  menukilkan kehalusan wajah dan anggota tubuh sang figure yang diimajinasikan dan ditambah superior sifat  ego manusia ketimbang makhluk lainnya di bumi ini, maka lengkaplah sudah pesona manusia lilin mampu menyeret manusia dalam imajinasinya untuk memerani persis apa yang tergambar dalam figure lilin itu. Sehingga bisa saja, seorang mausia yang berwajah jelek dengan kerut kulit wajanya yang menebar disana sini, dengan  gigi yang sudah mulai menghitam termakan usia, dia berimajinasi menjadi actor Tom Cruise dalam film “Top Gun” yang berkencan dengan instruktur wantanya, yang jatuh hati pada actor ganteng itu. Atau seorang remaja yang cacat sebelah kakinya, akan menyamakan dia dengan Gaston Castanyo penyerang Gresik United FC di kompetisi ISL.

Padahal lilin yang mampu mengeksotiskan figure manusia tersebut di atas , memiliki sifat fisik dan kimia yang ringkih. Lilin akan meleleh pada suhu di atas suhu kamar dan akan hancur berkeping bila mendapat tekanan dari benda lainnya yang lebih keras. Apabila lingkunga fisik memungkinkan lilin untuk berubah wujud fisik, lenyaplah sudah semua keindahan yang semula mampu menggoda hati kita. Perlukah wujud, nasib, atau setap yang kita dambakan di dunia ini kita ganti dengan wujud lilin. Meski kehidupan di dunia  yang kita milik, pada hakekatnya adalah fenomena seperti manusia lilin, namun kita adalah mausia lilin yang sadar  akan fenomena kodrati yang dianugerahkan kepada Tuhan yang Kuasa. Serta kita memiliki software yang tidak dimiliki manusia lilin di dalam etalase, yaitu sikap tawakal. Itulah peredaan kita dengan manusia lilin***


Sabtu, 09 Juni 2012

aku sendiri di kota ini


aku mennghardik hari…
diam membisu
benang waktu lancang menolehku
aku berang, kusimpan
embun dalam dadaku,
lepas bebas seperti kumbang jalang

semakin terang penjuru
cakrawala mennghadangku
aku menyelinap
dalam bayanganku  sendiri.

lepas bebaslah
tiap yang melingkungiku
akan kuadukan pada balik tebing
yang kosong beratmosfer bara api

 waktupun melentingkanku
pada prosa bisu seribu bahasa
aku binasa oleh kuku tajamku
aku menghambur kembali
menjadi angin gunung memungut
jiwaku sendiri

(Tegal, 1 Juni 2012)

issabela

Biar  kuusung seribu burung parkit
Agar menyejukan taman yang berjejer bunga
bertengger di kelopak bunga
dan menghadapkan wajahnya pada
kuning langsat sinar mentari
yang dipuja oleh pagi
berselimut hasrat

Biar pula kutepis embun dini
Yang berbaju lusuh
Dan menjinjing udara dingin.
Tampaknya kau bunga taman
Yang tak mau menyapu
Dengan sorot mata
Ke semua batas taman…lantas
menepis semi

Terbanglah bersama pipit dan parkit
Biar kau untai mega pada rambutmu
Mengembaralah dengan kelopakmu
Yang penuh warna
Akupun hanya terdiam
Di tengah taman halaman depan  rumahku.    

Semarang, 15 September 2010

Merajut Hari

Lantas mengapa kau hanya diam
Tatkala goresan kanvas perlu aku benahi
Agar mampu meminang rembulan
Dan membagikan sinarnya
Pada ketidaktahuan ini

Mengapa tak ada senyum
Bila kuntumpun harus bermandi embun pagi
Lantas tak kau celupkan
Wewangian pada sorot
Yang masih ada di luar pagar taman

Mengapa kau lipat kelopakmu
Hingga kering dan kusam
Bukankah telah aku kirim angin sejuk
Yang meliuk di pematang  taman
Agar kau mampu merebahkan madu

Semarang, 15 September 2010

Andai Saja

Andai saja kelopak bungamu
Telah  melayu
Bersandar  cakrawala senja
Menguntai tembang surgawi
Kawanan burungpun
Akan  memberimu air dahaga
Angin penjurupun
Akan menyapu halapan tamanmu
Akupun diam…

Semarang, 15 September 2010


Hingga Kapan

Kala tanganmu yang halus bergayut
Di pundaku, .dengan mahkota bunga Zeus
Kau kenakan
Menapaki tangga menuju…
Peraduan bulan
Lantas kau kobarkan hymne de amour
Rinduku meluruh

Semarang, 15 September 2010