Dahulu pernah aku katakan…….
Bahwa lembayung senja akan selalu
menjauh..
Sembari aku semai semua tanaman sayur..
Berdaun anggrek bulan dan
bertangkai mawar biru…
Dapatkah kau selipkan…fajar, kala melati berembun pagi
Namun tetap saja aku sampaikan
kala lidah telah kelu
Nyanyian itik dan unggas telah
berteriak parau…
Aku telah membawakan seutas “kanvas
dengan warna”
merah jambu, untuk kau lukis
dendang semua tautan
di antara “ilalang” bertabur
warna sorga
Apa harus lengkap aku tuliskan
semua bait syair
Untuk sebuah nyanyian jiwa, yang
hendak meraih bukit hidup
dalam rajutan warna langit
Kala masih ada guratan awan
hitam….lantas
Semua cakrawala telah
memalingkan…
Lantaran tiada hari yang bertanam
halaman hidup
Jangan kau terburu untuk
meruntuhkan langit
Bila ruang dadamu masih kau isi
sayatan luka
Yang kau kerlingkan sorot
matamu…..
Pada tulang igaku yang mulai
rapuh….masihkah ada..?
Sebuah nampan beralas sutera
merah jambu
Dengan buah segar menawan….
Sehingga semua belalang pada
padang gersang
Berteriak lantang, lantaran telah
dekatnya jarak hati
Antara kekesalan dan rumah bambu
di tepi telaga
Yang kau pagari dengan tanaman
pandan,
Dapatkah kau ceritakan lagi kisah
cinta
Antara bidadari Supraba dengan
Arjuna
Mengapa engkau terbungkam
Selamat pagi, namun tetap
terselip dalam do’a (Tegal, 5 Maret
2011)
Di Sebuah Peristirahatan
Sudah pula aku bawa…
Seberkas embun dari “Jongringsaloko”
Diuntai pada kawanan burung bangau
Yang terbang mencari sawah dan semai
Lalu menembus ujung senja…
Tempat palma yang mengering daunya
Sang kepak burung darapun
Menoreh senyum hambar
Kemanakah beningku…
Yang aku sisakan pada saat
perjalanan malam….
Lantas akupun terselip pada derai
Senyum sejuta sayap
Aku dalam sepi……Tegal, 11 September 2010
Engkau, Tempaku Bercermin
Sebuah warna merah untuk Anyelirku
Memberi kerling mata pada putih melati
Lantas kuning kenanga
Memekik, rasa cemburu
Menembus “Awang Awang Kumitir”
Tempat “Syang Hyang Wenang” bersemayam,
Belum sempat aku benahi
Semua warna pada baju ini
Yang gontai di hambarkan gerigi waktu
Aku menggeliat
Menebar asa
UntukMU Sang Bening (Tegal, 11 September 2010)
Senyap
Dalam kamar berinding lusuh
Senyap..
Aku menari dalam waktu…
Aku memandang dari balik tabir
Terus saja senyap
Senyap…
Mestinya bukan miliku..
Aku menyelipkan bulan
Di atas kamarku yang
lusuh…(Tegal, 11 September 2010)
Aku Ingin Pulang
Terasa rindu memenuhi remang semua
yang kupunya…
Di atap rumah berhias kanvas prosa
Telah ada bunga bakung yang menawarkan “tawar air dingin”
Aku ingin pulang…
Biar tiada lagi kota yang menepis’’’
Di atas vas hati, biar aku merasa tegar
Aku ingin pulang
Aku hanya sebersit buih tipis
Menghambur
Kala pelangi mencelup di bunga senja
Biarlah semua menantiku…(Tegal, 2 September 2010)
Di atap rumah berhias kanvas prosa
Telah ada bunga bakung yang menawarkan “tawar air dingin”
Aku ingin pulang…
Biar tiada lagi kota yang menepis’’’
Di atas vas hati, biar aku merasa tegar
Aku ingin pulang
Aku hanya sebersit buih tipis
Menghambur
Kala pelangi mencelup di bunga senja
Biarlah semua menantiku…(Tegal, 2 September 2010)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar