Hanya
Tengadah
Melihat angin yang merajut hari
dalam
fajar hingga menyongsong senja
aku
terus terkapar
deru dan
debu terus saja mengasapi jalan
tak
mengapa arah menjadi mataku
aku
sempat menggelepar untuk bergayut pada awan
Angin
terus merajut hari
aku ini
apa hanya tangan tengadah
tiada
mampu lagi menelikung…..
meski hanya
seutas angin
Semarang, awal September 2010
Dalam Dua
Cermin
dariku sendiri
telah
kuletakan dalam debu tiada berona
lantas
aku…terlena dalam sajak diriku sendiri
aku
menerbangkan jauh ke tepi cakrawala
sudahkah
aku mampu bergelut
dengan
awan jingga
yang di
tengahnya tergambar dirimu
Akupun
lari sekuat aku yang liar
tanpa
mampu memungut apa yang kamu torehkan
sudah
tiada berkas kuning mentari
yang
menjadi kawanku
harusklah
aku membawa tanahku sendiri
biar aku
telan “hari penuh angin”
tiada
usai
Semarang,awal September 2010
Terselip
di Hati
Pagipun
tiada pernah……
seperti
pagi ini
aku
ukirkan pada batas pandang
tiada
henti
Dalam
dua mata cinta terselip
dalam
dua hati saling mencari kaki langit
akupun
malam pekat
tiada
lagi berenda pagi
Sedangkan
engkau angsa bersayap
meninggalkan
….batu dingin
jangan
kamu patahkan lagi
batas
pandang yang sempat melemparkanku
ke
tengah taman bunga
Semarang,
awal September 2010
Menjadi
Liar
Aku
terpelanting dari angin
yang memagutkan tiap harap
akupun
menuju tengah langit
bermahkota
merah jambon…..
sementara
pasat hanya mengintip
dari
balik awan hitam
aku
sertai tawa yang menggetarkan
ombak di
Parang Tritis
lantaran
berpadunya kata hati alam
aku jadi
tengadah …….
mengharap
angina menggulung
masa
laluku
Semarang,
Awal September 2010
Bersembunyi
di Balik Diriku
Lantas
bagaimana aku lagi,
bila
bersamanya kujinjing menjadi angin malam, menyertanya
haripun
aku jinjing dalam sebuah kancah
aku
menjadi hilang….berteman sajak
engkaupun
selalu hidup di ujung malam
ketika
angin yang yang kutundukan
kusodorkan…..
menjadi
indah dan menjelma dirimu
hingga
akhir
Semarang, Awal September 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar