Jumat, 08 Juni 2012

kau sodorkan sebuah cinta


Sepenggal cinta  yang kau sedu dengan sepotong nasi hangat
adalah  “suka cita”, yang lebih  menyihir ketimbang
lampu-lampu “mercusuar”, meski terpagut sepi
Belum cukup lajunya sang waktu
yang “menelikung” semua sayap-sayapmu
agar berbenah di istana senja bersusun
pelangi seribu warna.

Tegal, 22 Nopember 2011

Engkau dan Aku

Menepikan sejenak semua bekal hidup
Lantas kau sandarkan, “puting beliung” yang memusari
seluruh dahaga dan mata nanar
lalu lalang belalang  yang siap menerkam
ulu hatiku yang tiada seberapa luasnya
biar saja aku lipat, untukmu yang disisiku

Aku susun bantal beruntai kain emas
Agar kau rebah dan membisikan sebuah cerita
tentang birunya gejolak hati
aku menyepi….
Hanya aku tautkan pada awan jingga

Sekali sekali engkaupun berteriak
Kala kebon bunga di samping rumah
Telah mengering, ditawan sinar kuning mentari
Akupun tetap menjaganya,
Biarlah secawan “air segar” kehidupan
Terus saja memburu,
semua pilu dan gundah

satu dua hari, aku hitung
dan terperangah dalam lakon birama hidup
engkaupun mengenakan gaun pemgantin
bertabur gemerlap pantulan sinar mentari’
aku jinjing, meski lenganku berteriak

patahkan iri dengki…dengan halimun pagi hari (Tegal, 22 Nopember 2011)

Tengoklah  Jantungku

Tak kentara, sebuah nyanyian dari jantungku
Kau dengar, meski engkaupun tak selesai
Menyodorkan telingamu

Sebuah nyanyian dan orchestra,
Jangan kau tepis dengan biola parau
yang kau hirau, dalam galau yang melibas
semua lagu lagu tentang “nyanyi rindu”

Tetap simpanlah rapi rapi, untuk
“Bunga  Pengantin” dalam semaimu,
bila telah kau mulai membaurkan warna
di atas kanvas dalam jantungku,,,,,
(Tegal 22 Nopember 2011)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar