Kamis, 31 Mei 2012

di antara dua batas tak berujung


derai tawa dalam  lesung pipimu,
tak peduli di sisi bukit mana kau simpan
lantaran telah retak sendi sendi tulang
catatan pada bintang gemintang, telah
terbawa resah hati, menyudut dalam ketidakmengertian
kau terselip dalam duka lara
hingga meluruh lengan lengan kecilmu

aku dalam kota pengap
dalam batas pandang bilik berdinding kardus
pelacur pelacur jaman telah membidikan durjananya
hingga aku sekarat tercabik deru debu monster monster
saat lampu lampu jalan merayuku,dalam ornament
seribu warna…
hingga atmosfernya tak mengenali aku lagi

kita adalah petani dalam sawah harap
bermodal benih hasrat, dan wangi Anyelir
dalam mega bersusun warna pelangi,
kita titipkan pergulatan hidup ini
antara kau dan aku hanya mampu menghitung
angin musim, untuk merebah dalam penjuru langit

kita tak mungkin berhenti terbawa titah
aku tawarkan secawan penawar dahaga
untuk peraduan bertirai benang sutra
kau hanya melempar pandang
pada sudut kamar  bantal bersusun tujuh,

aku dalam jalanku sendiri, tak berujung
bertepi pada diriku sendiri
sepi…..

Semarang, 1 Juni 2012



Tidak ada komentar:

Posting Komentar