derai tawa dalam lesung pipimu,
tak peduli di sisi bukit mana
kau simpan
lantaran telah retak sendi sendi
tulang
catatan pada bintang gemintang,
telah
terbawa resah hati, menyudut
dalam ketidakmengertian
kau terselip dalam duka lara
hingga meluruh lengan lengan
kecilmu
aku dalam kota pengap
dalam batas pandang bilik
berdinding kardus
pelacur pelacur jaman telah
membidikan durjananya
hingga aku sekarat tercabik deru
debu monster monster
saat lampu lampu jalan merayuku,dalam
ornament
seribu warna…
hingga atmosfernya tak mengenali
aku lagi
kita adalah petani dalam sawah
harap
bermodal benih hasrat, dan wangi
Anyelir
dalam mega bersusun warna
pelangi,
kita titipkan pergulatan hidup
ini
antara kau dan aku hanya mampu
menghitung
angin musim, untuk merebah dalam
penjuru langit
kita tak mungkin berhenti
terbawa titah
aku tawarkan secawan penawar
dahaga
untuk peraduan bertirai benang
sutra
kau hanya melempar pandang
pada sudut kamar bantal bersusun tujuh,
aku dalam jalanku sendiri, tak
berujung
bertepi pada diriku sendiri
sepi…..
Semarang, 1 Juni 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar