berkemas menyambut sang rembulan,
sang langit Parangtritis
bergaun tipis warna jingga dari
noni negeri Skandinavia
meski aku bersanding dengan tepi
pantai, buih menyorot pandang
penuh tanya……
langit yang menyelup batas pandang
kaki langit,
melingkungi aku dengan seribu
keingintahuan
tentang getar halus yang menyelinap
di nadi darahku,
saat di Parangtritis, saat aku
berkeluh dan kesah padanya
aku tak mampu lagi, gurat langit
memang segera menautkan
dengan birama dan eksotis ombak
liar, yang silih beganti
menengok beranda jantung ini.
sempat aku titipkan “kata cinta
milik dewa dewi”
di negeri
sebrang langit, tempat kau menjinjing hari
tempat kau
berbenah bekal hidup dengan padi dan palawija,
bersemi di petak
harap berpagar bambu warna warni.
aku dalam ceria
menerjang atmosfer Parangtritis
bukit bukit
kapur segera menyodorkan lagi
suara dan detak
jantungku yang hilang
lantas kau
kuatkan dengan nanar kuda liar
agar bertaut
dengan jendela langit
hari telah
senja,
buihpun segera
terbenam dalam peraduan
rembulan milikmu
biar aku simpan
saja di Jogja bilik bambuku
(Jogjakarta, Mei
2012).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar