Tuhanku, ….
bila aku tak mengenal hariku
lagi
terbawa sudah buih ombak di
jinjinganku
untuk menjenguk kekasihnya, di
kerontang padang
tempat “Bunga Sepatu” melengking teriak
seikat duka menghujamkan
kelopaknya
Tuhanku,….
di telaga ini, aku mengalirkan
air sejuk
agar tersingkap tirai yang
terajut tajam
bertepi sembilu jauh mengatur nafas jantungku
aku terhenyak dalam roman kelam
di putan bumi
hingga siang dan malam
kehilangan batasnya
hingga fajar dan senja hanya
berkeling mata
Tuhanku,…..
Aku sendiri harus mengarungi
malam,
Agar mampu mengokohkan pagar
bambu rumahku
Tak lagi lembab lantai tanah
bilik tidurku
Hingga kelambu peraduanku tak
lagi kusam
Untuk mengais sorot mataku jauh
ke tebing
Di halaman depan, tempat ilalang membasuh
kuning sinar mentari
Tuhanku,…..
Aku hanya sebungkus tulang dan
daging
Tidak pernah lekat dengan
“Humberger “ atau “Pisa”
Kerbau di sawahku adalah
“Lamborgini” tempat Sang Bintang
berbantal keranjang ratusan ribu
uang,
aku hanya akrab dengan angin
gunung bersyahwat
dengan bulir padi di sawah
aku hanya menjaring musim untuk
ayahku yang
melepuh kulitnya, karena
memburu arah musim
Tuhanku,….
Berilah aku setangkai bunga sejuk,
agar mampu
kutanam di hati emak yang
mengeriput kulit wajahnya
berilah aku juga setangkai mawar
merah jambu
agar belahan cintaku tak lagi
memburu rajutan pelangi
dengan seribu warna di
mahkotanya, akupun telah nanar
mataku sendiri,
Tuhanku, ….
kuatkan kaki dan tangan kasihku
Agar dia mampu berjaga di terik
mentari,
Bersolek palawija, mentimun dan
sayuran
Dan mengukir mimpi di malam
hari,
Kasihku….
Aku bukan sekerat Humberger
Atau Pisa di atas liuk sang
jaman
(Tegal, 15
Januari 2012)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar