Kamis, 24 Mei 2012

Tegal dan metamorfosis hidupku


Ketika aku lahir

Sesekali langit…..
Mendekatkan wajahnya hingga terlihat
taburan tinta..yang mengemas sebuah sejarah
Akupun  berkelana di tengah angin kembara..
sayup di sudut langit itu…. sebuah goresan KodratNYA
akupun terkapar tiada daya
dalam peluk cium suatu kehidupan

(Semarang, Agustus 2010)


Padang Luas beratap Bulan Purnama
(Menjadi anak desa)

Kala atap langit,,penuh bersendau-gurau sinar bulan
nyanyian anak desa menggema dalam duduk yang melingkar
berebut bayang sendiri, yang menerkam suasana
manja, ceria dan berdanadan angin pantai

Aku tersihir  menjadi hati yang berkeping
Kala malam bersolek syair:
“yo..pro konco dolanan ing njobo
Padang wuln, wulane koyo rino……”

Bilakah ikatan dan buluh rindu ini
Kembali memperdayaku hingga aku tercampak
dalam bulan purnama di padang desa

Semarang ,Agustus 2010


Di Tengah Bunga Warna Warni
(Menjadi pelajar SMA N 2, Tegal)

Ketika di depanku menghampar kebun bunga
Ranum Dahlia, Anyelir,Mawar hingga Kembang Sepatu
Masing menyodorkan sekeranjang kelopaknya
Yang  terjulur dengan ornament hasrat
Lantas kutepiskan tembang pilu

Agar mampu menghirup, wangi kembang itu
Kini tergolek dalam hujaman angin jaman
Entah kemana……..senyap

Semarang, Agustus 2010


Senyap Dalam Sudut Hati
(Di Kampus Univesitas Jenderal Soedirman,  Th 1981 – 1986 )

Kala menghimpit peraduan di tengah malam
Secuil bayang datang dan berseloroh……
Inikah dirimu…dalam kertas kumal

hingga aku terjaga……..
hingga kuusap bayang itu
hingga menundukan wajah dan
luruh bersama dingin angina malam

Purwokerto, 1982



Aku Terbuang
(Di Bungalow Baturaden)

Di halaman bungalowmu
Aku coba menebar benih
Tentang semai dedaunan hijau
Hingga kita mampu bersemayam
Dalam teduhnya

Namun kembali hati ini meradang
Merajut kain sutra tanpa hiasan
Sedang aku sendiri layaknya sebuah kumbang
Menembus  pekat malam
Ketika tersingkap sebuah bungalow
Yang kau tanami harap

Bungalow itupun kembali gelap…….

Purwokerto 1985

Hanya Waktu  yang Melintas
(Selamat Tinggal Purwokerto)

Mengapa harus kau jinjing sebuah angin dingin
Bila hanya bertaut dengan puncak Slamet
Mengapa pula tiada relung untuk menyegarkan aku lagi
Tatkala sebuah keheningan harus melumatku
Sehingga terasa jauh tulang dengan dagingku

Ketika kupetik jendela langit
Agar merah lembayung  menghuni kita
Tatkala pula bayang hitam “dengan wajah beringas”
Harus mengeringkan aku di tengah kerinduan

Atau telah pupus sudah
“Asmarandhana” dan warna warni halaman hati….
Yang selama ini memberimu dandanan dalam dendang riang
Maka aku kembangkan layar biduk
Tapi  entah hanya tergambar di wajah rembulan

Aku sudah tidak mampu lagi ..berteriak nyaring di kota ini…sepi.

Purwokerto, Medio Juli 1986

Aku kuliti diriki sendiri
(Jakarta, aku menghilang dalam bayangku sendiri)

Memburu angin pagi. Bercampur debu
Jalanan meradang…..
Sorot mata garang…….
Terkelupas kulitku dalam bis kota
Yang memecah  deru dan debu

Aku lunglai……….
Lantaran berjuta lengan legam dan kokoh
Mencekik leherku…

Aku terbang……
Terhempas angin busuk
Yang hanya menyisakan separo nafasku

Jakarta 1990

Aku berdiri di Tengah Telaga Warna
(Mengais kehidupan di Kotaku Semarang)

Telagaku….
Bila kau katakana telah lusuh tubuhku…itu benar
Bila telah penat semua sendiku
Padahal harus aku jinjing secawan air telaga
Untuk menghapus dahaga di tepi senja

Maka aku kini berdiri di tengahnya
Yang bertepi rasa rindu dan dongengan satria
dalam lakon wayang yang “sacral”
Akan aku dapatkan pohon palam berjejer rapi di
tiap pagi….nyanyi burung kenari
sekarang telah menjadi miliku
aku dan mata hati ini adalah dua sosok yang kembar

Semarang , Pebruari 1991
SemarMoncer

Tidak ada komentar:

Posting Komentar