aku tidak mengerti, akupun heran
mengapa aku tidak terbang saja,
hinggap di sekumpulan musim
tidak ada kemarau ataupun hujan
petir hanya kembang api
penghias dinding rumahku
debu kemarau hanya gincu
bibirku…
aku menghempas langkah
membentur batu bermata dingin
diam membisu di perut tebing
aku terkungkung, berteriak
nyaring
tak satu tautan angin
mengantarku
bila telah lelap angin pancaroba
aku turut merebah,
bersama ilalang, saat angin
senja
mengoyaknya dengan taringnya
yang tajam
aku mengerling mata pada batas
nyata
antara memacu derap dan mengatur
nafas
binalnya jarum waktu
membinasakakanku
lidahku kelu, membaca guratan
hidup
benang benang putih telah jauh
dariku
saat telah dekat, aku terkapar
dalam
bunga warna warni……
aku tak sanggup membaca buku
cerita langit,
entah hingga kapan
aku dalam sudut hati
malam
dendang yang kudengar dari suara
alam
di tepian telaga biru, siul
angin
dijebak rumpun bambu
malampun dalam birama
sendu dan rindu
aku terdiam di tengahnya
saat kau datang
kau datang membawa hari
dalam buritan perahu
menjerat ombak yang kian lantang
aku bersatu dengan angin laut
hingga kutemukan pantaiku
kusemai bakung dan beluntas
agar kau sejenak
mengatur hari
mataharuku
tak sanggup lagi aku dalam deru
nafas
hingga memilih sendiri cerita
indah
jangan pernah mengusamkan sajak
dan puisi
hingga kau temukan bait
tentang negeri indah
bercakrawala rindu
SEMARANG, 20 Mei 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar