persetan
dengan yang ada di Bumi Khatulistiwa
anjing
NICA mampu bertekuk lutut, terbungkam howitzer
dan
cocor merah yang melipat sayapnya, terbang menyelinap di awan
mengadu
kepada tabir langit, tentang gemetar tubuhnya...
ditelikung
bambu runcing rona merona
persetan
dengan oknum petinggi berbaju perlente, bergaris eksotis
mengaburkan
pandang “Si Kecil “ mengais hari,
berselingkuh nasib
di
rumah kardus dengan nasi basi mengganjal perutnya
tanpa
upeti dermawan yang menjinjing peduli dan tangan halus
meski
legam tenggorokanya tertusuk panasnya nasib
bukan
hangus lantaran uang korupsi
persetan
dengan itu semua,
aku
putra tanah ini, aku menepis jauh jauh apa yang meluruhkan
sayap
sayapku yang mungil
tanpa
korupsi, akupun tegak membidik hari hariku
pergilah
jauh para koruptor dan penerima upeti
biarkan
kau terhempas atmosfer bernafas berang...hingga kau
hinggap
di tepian kubangan hitam kelam
jangan
kau menyanyikan lagi lagu rindu membiru
yang
menggeleparkan tiap nafas si kecil, berbaju kusam
biarkan
aku memberikanmu kado persetan bercampur ludahku...
agar
kau tertunduk malu dan menyunting hari harimu
di
jeruji besi, atau terbanglah ke sisi yang damai
bersama
para bidadari penghuni tanah yang nyaman
agar
kau tak lagi berkata dusta, karena telah terpotong ludahmu
sendiri......
pernahkah
kau sejenak menyusun prosa...?
berisi
bait tentang pengemis dan abang becak yang beroda aus
lantaran
menggigit jalan jalan kota berlobang yang kau
sayat
dengan durjanamu yang kelam dan sumbang...
atau
pengemis terkapar di bawah baliho di sudut kota
memeluk
perutnya sendiri, yang kosong
perut
yang menerbangkan protes jaman , tentang uang negara
yang
kau sajikan dalam adonan gula gula hedonisme
aku
isaratkan pada tanaman perdu, beluntas dan palma
di
halaman rumah bambuku, disaksikan melati
dan kenanga
tentang
dengus nafasku sendiri yang tak
berujung,
tentang
ini semua, tentang saudara saudaraku yang mengepalkan tangan
untuk
sebuah ketidakmengertian,
untuk
sebuah gegap gempita yang membuat
terjaganya
anak anak kita sendiri dari tidur siangnya...
lantaran
aroma mesiu persis kembang api
di
malam tahun baru, serta desingan batu batu jalanan
yang
kau terbangkan dengan gelora di hati
gemetar tubuhmu sendiri
mentari
masih bangkit dari Bumi Papua
hingga
terbenam di Serambi Aceh
melewati
Pegunungan Kidul yang membelah Pulau Jawa...
Negeri
Archipelago tak harus melinangkan air mata
tak
harus renggang bergandeng tangan saat penganten baru
duduk
di singasana berornamen kembang setaman
TEGAL, November 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar